Museum Sri Baduga termasuk museum umum karena mempunyai koleksi yang merupakan peradaban masyarakat Jawa Barat, berupa artefak dan benda-benda yang mencerminkan kebudayaan masyarakat pada masa silam di suatu wilayah di Jawa Barat. Dari perjalanan sejarah dan lingkup geografis Budaya Jawa Barat secara umum berada pada lingkup budaya Sunda, sebagai budaya daerah yang menunjang pembangunan kebudayaan nasional.
Wilayah yang sarat dengan ragam budaya serta didukung oleh kultur alam dan kultur sosial yang kondusif sehingga terlahir ragam budaya. Wilayah yang strategis berakibat pada terjadinya berkembang dan adanya perubahan budaya yang merupakan dampak dari globalisasi yang ditandai dengan adanya revolusi dalam bidang informasi, komunikasi, dan transportasi. Hal tersebut memacu kita untuk mengambil langkah dan strategi secara bijak untuk menempatkan serta memposisikan citra seni budaya daerah untuk tetap hidup dan berkembang di tengah masyarakat.
Tinggalan kebudayaan yang bernilai tinggi banyak tersebar di Kawasan Jawa Barat, baik yang hampir punah maupun yang masih berkembang hingga kini. Perkembangan kebudayaan berlangsung sepanjang masa sesuai dengan pasang surutnya pola kehidupan. Dengan perkembangan tidak sedikit pengaruh budaya luar yang masuk. Hal ini disebabkan karena wilayah Jawa Barat pada posisi strategis dari berbagai aspek mobilitas penduduk yang cukup tinggi. Pengaruh budaya luar cenderung mempercepat proses kepunahan budaya asli Jawa Barat, maka pemerintah mengambil kebijakan untuk mendirikan Museum Negeri Jawa Barat . Pembangunannya dimulai sejak tahun 1974 dengan lokasi menggunakan gedung pemerintah, yaitu bekas Kawedanaan Tegallega. Sebagian dari bangunan asli tersebut tetap dipelihara kelestariannya dan digunakan sebagai kantor administrasi.
Peresmian penggunaan Museum Negeri Jawa Barat baru dilaksanakan pada tanggal 5 Juni 1980 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI , Dr. DAUD JOESOEF didampingi oleh Gubernur Kepal;a Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Barat H. Aang Kunaefi. Pada tanggal 1 April 1990, sepuluh tahun setelah peresmian digunakan nama "Sri Baduga" Raja yang memerintah di Pajajaran.
Pada era Otonomi Daerah (OTDA) berdasarkan Perda No.5 Tahun 2002 sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) bergabung dengan Dinas Kebudayaan Propisi Jawa Barat dengan nama Balai Pengelolaan Museum Negeri Sri Baduga hingga sekarang.
Wilayah yang sarat dengan ragam budaya serta didukung oleh kultur alam dan kultur sosial yang kondusif sehingga terlahir ragam budaya. Wilayah yang strategis berakibat pada terjadinya berkembang dan adanya perubahan budaya yang merupakan dampak dari globalisasi yang ditandai dengan adanya revolusi dalam bidang informasi, komunikasi, dan transportasi. Hal tersebut memacu kita untuk mengambil langkah dan strategi secara bijak untuk menempatkan serta memposisikan citra seni budaya daerah untuk tetap hidup dan berkembang di tengah masyarakat.
Tinggalan kebudayaan yang bernilai tinggi banyak tersebar di Kawasan Jawa Barat, baik yang hampir punah maupun yang masih berkembang hingga kini. Perkembangan kebudayaan berlangsung sepanjang masa sesuai dengan pasang surutnya pola kehidupan. Dengan perkembangan tidak sedikit pengaruh budaya luar yang masuk. Hal ini disebabkan karena wilayah Jawa Barat pada posisi strategis dari berbagai aspek mobilitas penduduk yang cukup tinggi. Pengaruh budaya luar cenderung mempercepat proses kepunahan budaya asli Jawa Barat, maka pemerintah mengambil kebijakan untuk mendirikan Museum Negeri Jawa Barat . Pembangunannya dimulai sejak tahun 1974 dengan lokasi menggunakan gedung pemerintah, yaitu bekas Kawedanaan Tegallega. Sebagian dari bangunan asli tersebut tetap dipelihara kelestariannya dan digunakan sebagai kantor administrasi.
Peresmian penggunaan Museum Negeri Jawa Barat baru dilaksanakan pada tanggal 5 Juni 1980 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI , Dr. DAUD JOESOEF didampingi oleh Gubernur Kepal;a Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Barat H. Aang Kunaefi. Pada tanggal 1 April 1990, sepuluh tahun setelah peresmian digunakan nama "Sri Baduga" Raja yang memerintah di Pajajaran.
Pada era Otonomi Daerah (OTDA) berdasarkan Perda No.5 Tahun 2002 sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) bergabung dengan Dinas Kebudayaan Propisi Jawa Barat dengan nama Balai Pengelolaan Museum Negeri Sri Baduga hingga sekarang.
0 komentar:
Posting Komentar